Selasa, 04 Agustus 2020

Khazanah Budaya


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebudayaan adalah buah cipta hasil akal budi manusia yang berupa kesenian, kebiasaan, adat istiadat, dan kepercayaan. Kebudayaan merupakan manifestasi yang khas manusiawi, karena hanya manusialah satu-satunya makhluk yang dianugerahi akal dan budi. Dengan kata lain kebudayaan merupakan pembeda antara manusia dengan makhluk lain (hewan). Jadi untuk mempertahankan eksistensi kemanusiawiannya, manusia harus menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaannya.

Kebudayaan bersifat fleksibel mengikuti kemajuan peradaban manusia, dan tidak juga terikat dengan ruang dan waktu. Saya (penulis) mengatakan kebudayaan itu fleksibel karena secara esensial kebudayaan adalah buatan manusia yang tidak "haram" untuk dirubah. Jaman dahulu mayoritas masyarakat Ciamis memasak menggunakan kayu bakar, kemudian beralih ke minyak tanah, dan kini mayoritas memasak menggunakan bahan bakar gas (LPG). Jaman dahulu Pencak Silat hanya diiringi oleh kendang, kempul, dan tarompet. Tapi sekarang pagelaran pencak silat terkesan lebih elegan dengan iringan kendang pencak yang dikolaborasikan dengan gamelan salendro tabuhan sampak jawa. Itu salah satu contoh bahwa kebudayaan itu sifatnya berkembang mengikuti zaman.
Kedua, kebudayaan itu tidak terikat oleh ruang dan waktu. Saya adalah orang yang tidak pernah peduli ketika Malaysia mengklaim beberapa kebudayaan Indonesia. Dan sebagai praktisi seni Sunda saya akan sangat terbuka seandainya pemerintah Malaysia meminta saya untuk (misalnya) bermain kacapi Sunda mewakili Malaysia di event Internasional yang diselenggarakan oleh Unesco. Karena seniman itu sifatnya profesional, bukan pejabat publik yang dipilih dan digaji menggunakan APBN atau APBD. Sama halnya ketika Mia Audina memutuskan untuk meninggalkan PBSI dan memilih untuk pindah kewarganegaraan dan membela tim badminton Holand. Contoh lain, saya dikenal orang sebagai musisi blues, dan adakah orang (audience) peduli blues itu budaya mana? Lantas adakah orang Amerika yang mencekal saya karena memainkan musik yang notabene adalah kebudayaan mereka? Nah, itu yang saya maksud bahwa kebudayaan tidak terikat ruang dan waktu. Karena ketika kita meyakini bahwa kebudayaan itu terikat oleh ruang dan waktu, maka akan terjadi kekacauan berfikir. Saat ini kita sepakat bahwasannya galéndo adalah makanan khas Ciamis. Namun kita juga tahu bahwa pohon kelapa itu tumbuh dimana-mana, dan semua orang tahu bahwa buah kelapa akan menghasilkan minyak apabila diolah (dikeletik), dan menghasilkan galéndo. Lalu bagaimana jika ada seseorang misalnya bu Ngadiem orang Madura mengolah kelapa yang dia ambil dari kebunnya sendiri, kemudian dia mengolahnya didapurnya sendiri untuk membuat minyak kelapa, dan kemudian jadilah galéndo. Apakah itu bisa dikatakan makanan khas Ciamis?

Saya juga adalah orang yang tidak respect terhadap aturan "Rebo Nyunda". Kamprét dan pangsi memang merupakan pakaian khas laki-laki Sunda, tapi itu kan zaman dulu. Sekarang pakaian itu bukan lagi menjadi identitas orang Sunda, melainkan autribute ormas. Karena bagi saya "identitas" itu bukan terletak pada pakaian yang dikenakan semata. Tahun 2014 lalu, saya main di Semarang. Saat itu saya belum punya nama panggung, dan saya masih menggunakan nama sesuai akte yaitu Andi Kuswandi. Ketika MC memanggil nama saya ke atas panggung, dia langsung bertanya dengan nada bercanda "Pasti kamu orang Sunda ya?"
Nah itu, saya naik panggung sebagai musisi, memainkan Blues yang jelas-jelas bukan budaya Sunda, tapi pembawa acara bisa tau kalau saya ini orang Sunda.
Contoh lain, suatu hari saya diajak makan oleh teman di warung nasi pinggir jalan di daerah Jogja. Saat makan teman saya itu bertanya; "Kamu tau gak, ini yang jualan nasi orang Jawa atau orang Sunda?". Dan saya tidak bisa menebak, karena semua pelayannya anak gadis berpakaian kekinian dan berbahasa Indonesia. Teman saya bilang, warung nasi itu pasti milik orang Sunda, karena dilihat dari semua masakannya. Menurut dia masakan Sunda itu semua bumbu ditumbuk halus kecuali daun jeruk, daun salam, dan sereh. Sedangkan masakan orang jawa biasanya cabainya gak dihaluskan. Kesimpulannya adalah gak apa-apa hari rabu gak pake kamprét hideung, yang penting cabenya dihaluskan 😆

Cag!

***


Minggu, 06 Januari 2019

Coblos Eneng Dong, Bang...!

Memasuki tahun politik, hampir seluruh jalanan dari kota sampai ke pelosok desa dipenuhi spanduk dan baligo kampanye. Namun ada yang menarik perhatian saya (penulis), tak sedikit photo-photo wanita muda dan cantik terpampang di sana. Mungkin inilah cara Tuhan untuk menyejukan ketegangan politik yang berkesinambungan belakangan ini.
Sejak diberlakukannya regulasi 30% caleg wanita, memang banyak sekali Partai politik yang mengusung kader-kader wanitanya. Namun biasanya caleg wanita yang diusung merupakan kader senior yang sudah lama berkiprah di dunia politik (praktis). Atau dalam bahasa yang lebih tegas bisa dikatakan "tua". Tapi pada Pemilu kali ini sangat berbeda. Hadirnya caleg-caleg wanita cantik dan (relatif) muda seakan menawarkan variabel lain dari suatu Parpol kepada rakyat. Pendapat rakyat sebagai pemegang hak pilih tentunya sangat bervariasi, ada yang menanggapinya biasa saja, ada yang meragukan kapasitas mereka (caleg wanita), dan ada pula yang menaruh harapan besar pada mereka.
Seperti kita ketahui, bahwa wanita adalah "makhluk halus", jika pria cenderung mengedepankan naluri, maka wanita lebih mengedepankan nurani. Itulah perbedaan dasar yang hakiki antara pria dan wanita. Akan tetapi ada satu hal yang harus kita ketahui bahwa justru kaum wanitalah yang sangat mengerti permasalahan bangsa ini. Kita (pria) bisa saja menghabiskan waktu berjam-jam untuk berdiskusi secara radikal, saling tukar fikiran, berdebat keras dengan semua kemampuan intelektual kita, dan berbicara tentang permasalahan ekonomi. Namun para wanita yang paling tau tentang kenaikan harga sembako, dan betapa susah payah dan penuh perjuangannya menemukan sebongkah LPG 3Kg. Para pria bisa saja merumuskan kurikulum pendidikan, mengajukan alokasi APBN untuk dunia pendidikan, namun para wanitalah yang lebih mengerti apa yang harus diajarkan kepada anak-anaknya. Dan atas dasar itu, sudah sepantasnya kita mengapresiasi atau bahkan berharap banyak kepada para caleg wanita. Semoga dengan dominasi wanita di parlemen akan membuat Indonesia lebih sexy di mata dunia.

Berikut ini adalah beberapa cewek syantik yang ikut serta meramaikan panggung politik taun ini.


Tita Yuniarti
Cewek Syantik kita yang pertama ini adalah seorang mamah muda asal Ciamis. Selain cantik, teh Tita (sapaan akrabnya) juga seorang aktifis pemuda/i yang cakap, smart, dan supel. Diusung Partai Nasdem, teh Tita akan berkompetisi untuk meraih kursi DPRD Kab. Ciamis. Ditanya soal alasan dan/atau motivasinya maju sebagai caleg, beliau menjawab "karena saya ingin menjadi manusia yang berguna bukan hanya bagi keluarga, tapi juga bagi masyarakat luas, dan panggung politik ini mungkin bisa menjadi ladang amal bagi saya untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat". 


Ridha Rahim Al'libani. S.Sos. M.Si merupakan seorang Dosen syantik asal kota kembang, Bandung. Dengan berlatar belakang seorang akademisi, teh Ridha sudah sangat faham tentang permasalahan bangsa, dan beliau tentunya sangat representatif untuk mewakili suara masyarakat dan mahasiswa/inya. Selain berprofesi sebagai Dosen, teh Ridha juga seorang photo model. Maju sebagai calon anggota DPRD Kab. Bandung dan diusung oleh Partai Amanat Nasional, teh Ridha seakan-akan mempertahankan reputasi PAN sebagai parpol selebritis. 
Ditanya soal alasan mengapa mau berubah haluan dari akademisi menjadi seorang politisi, teh Ridha menjelaskan;
"Memang, untuk mengabdi itu bisa dimana saja dan dengan cara apa saja, namun jika saya ingin mengabdi kepada masyarakat sebagai penyambung aspirasinya, ya saya harus menggunakan instrumen hukum dan suatu regulasi demokrasi yang disebut Pemilu".




Wanita anggun asal Sokaraja - Banyumas ini bernama Nur Dwiyanti. Mbak Dian (sapaan akrabnya) bukanlah seorang pengusaha kelas atas, beliau hanyalah pedagang kecil di pasar Sokaraja dan berasal dari keluarga sederhana. Beliau maju sebagai caleg dari Partai Gerindra, atas permintaan rekan-rekan sesama pedagang pasar, tetangga dan masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Tak tanggung-tanggung, diusianya yang masih muda, mbak Dian yang saat ini masih tercatat sebagai mahasiswi smester 7 di salah satu Perguruan Tinggi di Purwokerto ini maju berkompetisi untuk memperebutkan kursi di DPRD Jawa Tengah. 
"Karena saya seorang wanita, saya seorang ibu, dan saya seorang pedagang kecil, maka saya sangat mengerti permasalahan di masyarakat bawah, dan kebetulan saya diberi amanah oleh masyarakat untuk mewakili keluh-kesahnya, mewakili kecemasannya, mewakili segala isi hatinya, maka saya berharap agar saya diberikan kemampuan oleh Allah S.W.T. untuk melaksanakan amanah ini dengan baik." kata mbak Dian.

Dari uraian saya di atas, tak berlebihan jika saya menarik kesimpulan bahwasannya; 
 "Wanita akan mendominasi, jika dia selalu disakiti dan dikhianati". 
Maka dari itu, janganlah sesekali menyakiti wanitamu, karena akan sangat menyakitkan jika dia melemparmu dengan batu batere.

********


Andi A. Kuswandi

Jumat, 20 April 2018

Kartini Under Cover

     Ada hal yang (cenderung) keliru dalam pemahaman kebanyakan dari kita mengenai spirit peringatan Hari Kartini (21 April). Sosok "Kartini" di era modern seringkali diidentikan dengan kemandirian seorang wanita karier. Yang ada di benak kita saat ini, sosok "kartini modern" ialah seorang wanita yang mampu menafkahi keluarganya sendiri, terlebih jika ia adalah seorang single parrent. Wanita yang memulai perjuangan hidup dari titik paling bawah sehingga mencapai titik kesuksesan sekalipun wanita tersebut hanya bekerja untuk keluarganya sendiri tanpa ada kepedulian terhadap orang lain dan lingkungannya maupun kontribusi terhadap peradaban. Dengan kata lain predikat "Kartini Modern" yang diklaim senantiasa mengacu pada kesuksesan individualis yang bersifat duniawi.
     Siapakah R.A.Kartini itu..?
Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat lahir dari keluarga bangsawan. Ayahnya R.M. Sosroningrat yang merupakan putra Bupati Jepara. Sedangkan ibunya adalah M.A. Ngasiroh, anak seorang ulama (pemuka agama). Jelas, darah biru mengalir deras dalam tubuh seorang R.A. Kartini, bahkan beliau diketahui masih keturuna dari Sultan Hamengkubuwono VI.  Dari latar belakang itulah beliau mendapatkan kesempatan yang tidak dimiliki oleh wanita-wanita lain seusianya yang berasal dari keluarga rakyat jelata, yaitu kesempatan untuk bersekolah. Kartini muda sebetulnya mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan sekolah di negeri Belanda, namun orang tuanya memilih untuk menikahkan Kartini dengan Bupati Rembang yang bernama K.R.M. Adipati Aryo Singgih Djojoadhiningrat.
     Satu hal yang membuat namanya dikenang, mendapat gelar Pahlawan Nasional, dan menjadi icon emansipasi wanita adalah karena beliau memiliki kepedulian terhadap rakyat terutama mengenai hak-hak kaum wanita. Kartini ingin agar kaum wanita juga mendapatkan kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki untuk mendapatkan pendidikan, agar kaum wanita bukan hanya menjadi "pelayan" bagi kaum laki-laki. Pemikiran dan gagasannya tentang penyetaraan hak bagi kaum wanita ia tuangkan dalam tulisan-tulisan.
Apakah beliau berjuang sampai berhasil..?
Tidak, karena beliau wafat di usia yang masih muda, tak lama setelah beliau melahirkan anak pertamanya pada usia 24 tahun.
     Dari uraian singkat di atas, jelaslah bahwa R.A.Kartini bukanlah seorang wanita karier, bukan single parent, bukan pula seorang istri yang berani membangkang kepada suaminya. Yang membedakan seorang Kartini dengan wanita lain adalah kepeduliannya terhadap orang lain, terhadap hak-hak kaum wanita, dan terhadap kehidupan dan deradaban rakyat. Jadi, "Kartini Modern" adalah para wanita yang melanjutkan perjuangan dan cita-cita R.A.Kartini yaitu untuk mencerdaskan kaum wanita, agar kaum wanita bisa mendapat kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki. Kartini Modern adalah para wanita yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi, berbudi pekerti luhur, dan dan setia kepada pasangan sampai azal menjemput.
   

Jumat, 30 Maret 2018

Jabar Nangtung

     Pilgub Jawa Barat yang akan dilaksanakan Juni mendatang bukan semata-mata pesta demokrasinya masyarakat Tatar Pasundan. Pilkada Jabar bisa dijadikan parameter peta politik nasional dalam menghadapi pemilu legislatif dan pilpres 2019. Sebagaimana kita ketahui bahwasannya Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah DPT (daftar pemilih tetap) terbanyak, yaitu 33.138.630 pemilih. Atau sekitar 15% dari jumlah DPT nasional (196.545.636). Asumsinya adalah, menang di Pilgub Jabar 2018 merupakan modal berharga untuk menghadapi Pemilu Legislatif dan Pilpres 2019. Atas dasar kalkulasi politik tersebut, partai-partai peserta pemilu berlomba-lomba mengusung orang-orang "pilihan" untuk bertarung di ajang Pilgub Jabar. Hal itu membuat Pilkada Jabar semakin menarik untuk diperbincangkan.
     Apabila kita flashback ke Pilgub Jabar 2013 lalu, kita bisa melihat betapa menariknya Pilgub Jabar. 2013 lalu para "petarung" berlatar belakang aktor/aktris, ada nama Dede Yusuf, Rieke Dyah Pitaloka, dan Dedy Mizwar. Sedangkan pada Pilgub kali ini tidak kalah menarik. Ada nama Ridwan Kamil yang dikenal sebagai arsitek kelas dunia. Nama Ridwan Kamil sangat populer setelah terpilih sebagai wali kota Bandung 2013-2018. Gayanya yang stylist dan kemampuan komunikasi yang baik membuat nama Kang Emil (sapaan akrabnya) kian dikenal luas. Bukan cuma di Bandung atau Jawa Barat saja, nama Ridwan Kamil dikenal orang dalam sekala nasional. Kita bisa melihat followes akun media sosialnya (instagram; @ridwankamil) berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Deretan awords baik ketika beliau masih berprofesi sebagai arsitek maupun sebagai walikotapun terbilang "mentereng". Dan itu semua sudah sangat cukup untuk dijadikan bahan "tawar-menawar" dalam Pilgub Jabar.
     Nama lain yang cukup populer adalah Dedy Mulyadi. Mantan Bupati Purwakarta ini menjadi Cawagubnya Dedy Mizwar yang diusung koalisi Partai Demokrat dan Golkar. Nama Dedy Mulyadi santer jadi bahan perbincangan publik karena kebijakan-kebijakannya yang terkesan "sensasional" dan "kontroversial". Sebut saja kebijakannya dalam hal tata-kota, Dedi Mulyadi pernah diprotes keras oleh kalangan alim-ulama prihal pembuatan beberapa patung di Purwakarta. Dedi yang berlatar belakang seorang budayawanpun menuai banyak kritikan terkait kebijakannya membalut pohon-pohon di kota dengan kain. Namun demikian, kebijakan-kebijakan kontroversialnya itu didukung oleh para budayawan. Dedi Mulyadi juga dikenal sebagai Bupati yang selalu tampil "nyentrik". Gaya berpakaiannya yang khas membuat beliau mudah dikenal secara luas, terlebih karena beliau merupakan petinggi Golkar DPD Jawa Barat. Tak kalah oleh Emil, sebagai seorang Bupati, Dedi juga meraih banyak penghargaan dari Pemerintah nasional.
     Uu Ruhzanul Ulum, dikenal sebagai Bupati kabupaten Tasikmalaya yang sukses dengan program "Gerbangdesanya". Program pembangunan yang berporos pada kekuatan masyarakat desa inilah yang kini Uu "jual" dalam Pilgub Jabar bersama pasangannya yaitu Ridwan Kamil. Uu yang diusung PPP dan berlatar belakang Bupati Tasik yang dikenal sebagai "kota santri" merupakan salah satu alasan lain bahwa dirinya patut diperhitungkan.
     Selain Ridwan Kamil, Dedi Mulyadi, dan Uu Ruhzanul ulum, kontestan lain yang berlatar belakang pejabat ekskutif daerah adalah Ahmad Syaikhu. Beliau adalah wakil walikota Bekasi sekaligus politisi Partai Keadilan Sejahtera. Ahmad Syaikhu juga dikenal sebagai sosok yang religius, hal ini yang membuat Gerindra memasangkannya dengan Mayjen(purn) Sudrajat.
***
     Jika kita bicara "kans" atau peluang, tentunya kita harus melihat dari beberapa sudut pandang. Jika mengacu pada jumlah kursi partai pengusung, tentu pasangan Dedy Mizwar dan Dedi Mulyadi unggul. Diusung oleh koalisi Golkar dan Demokrat yang jumlahnya 27 kursi DPRD. Urutan berikutnya adalah Ridwan Kamil dan Uu Ruhzanul ulum yang diusung oleh PPP, PKB, Nasdem, dan Hanura. Berikutnya adalah pasangan Sudrajat-Syaikhu yang diusung tiga partai yakni PKS, PAN, dan Gerindra. Sementara pasangan dari PDIP menempati posisi terbawah. PDIP memiliki jumlah kursi terbanyak di DPRD Jabar (20), dan membuat PDIP bisa mencalonkan Cagub tanpa harus koalisi dengan partai lain.
     Selain faktor dukungan partai, ada faktor lain yang sebetulnya lebih menentukan dalam hal "peluang" menjadi pemenang. Pilkada Jabar itu selalu unik dan menarik. Pada Pilgub 2008, pasangan Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf mampu mengalahkan Dani-Iwan sebagai Cagub Petahanan dan pasangan lain sekelas Mayjen (purn) Agum Gumelar yang namanya jauh lebih populer daripada Ahmad Heryawan. Pada saat itu Aher-Dede diusung oleh PKS dan PAN, yang tentunya bukan pemilik suara mayoritas di DPRD Jabar. Begitupun pada Pilgub 2013, lagi-lagi Aher mampu mengalahkan Dede Yusuf yang diusung Demokrat dan Rieke Dyah Pitaloka yang diusung PDIP. Dari pengalaman itu, kita bisa menyimpulkan bahwa masyarakat Jawa Barat memilih bukan berdasarkan latar belakang partai.
     Popularitas dan kesan religius Cagub-Cawagub juga sangat penting untuk menarik hati para pemilih di Jawa Barat. Dan instrumen itupun kian sulit dijadikan acuan karena semua cagub-cawagub memiliki plus-minusnya masing-masing. Dedy Mizwar yang dikenal sebagai sosok yang religius justru dilemahkan oleh pasangannya yaitu Dedi Mulyadi yang sarat akan kontroversinya. Dedi Mulyadi dipandang sebagai sosok konservatif oleh beberapa kalangan. Namun dalam hal ini justru pasangan Tubagus Hasanudin - Anton Carlyan yang paling rendah. Anton justru memiliki catatan hitam ketika masih menjabat sebagai Kapolda Jabar. Anton pernah terlibat perang dingin dengan umat Islam. Bentrokan fisik antara laskar FPI dengan GMBI yang merupakan ormas binaannya tersebut masih sangat diingat publik. Terlebih pandangan masyarakat terhadap GMBI yang buruk akan menambah ketidaksukaan publik terhadap seorang Anton Carlyan. Dan satu hal lagi yang harus diingat bahwa PDIP selalu kalah dalam Pilkada Jabar, Bahkan pada Pilpres 2014 sekalipun Jokowi kalah di Jabar.
     Dalam hal ini, pasangan Sudrajat-Syaikhu yang unggul, karena pasangan ini diusung oleh dua partai Islam yaitu PAN dan PKS, dan partai Gerindra yang merupakan partai oposisi. Tidak dipungkiri bahwa saat ini masyarakat terbelah dua setelah pilpres 2014. Terlebih setelah kasus ahok muncul ke permukaan. Puncaknya adalah apa yang dikenal sebagai Aksi Bela Islam 212. Dan itu menguntungkan bagi Gerindra, Pks dan Pan yang kader-kader partainya ikut andil dalam aksi tsb. Bahkan Prabowo dan Amin Rais merupakan salahsatu pembicaranya. Sudrajat yang berlatar belakang militer dan Ahmad Syaikhu yang religius dianggap sebagai pasangan paling ideal untuk Jawa Barat.

Secara keseluruhan, Pilgub Jabar merupakan "Perang Bintang" yang sangat kita nantikan. Dan sebagai warga Jawa Barat kita berharap, siapapun yang jadi Gubernur semoga bisa memimpin dan membawa Jawa Barat ke arah yang lebih baik dalam segala hal.
Amin..




Ciamis, 31 Maret 2018

sersan endang

Selasa, 20 Desember 2016

AHOK MERUBAH SEGALANYA

Saya lahir dan dibesarkan di sebuah kampung yang sangat kental dengan "nuansa islami". Betapa tidak, karena di desa saya terdapat beberapa pondok pesanter, baik modern maupun tradisional. Oleh karenanya, kota kelahiran saya mendapat julukan "kota santri".
Namun taqdir membawa saya untuk tinggal di kota Purwokerto, setidaknya sejak 5 tahun terakhir. Di kota ini suasana baru saya dapatkan. Bagi saya Purwokerto merupakan representasi dari miniaturnya Indonesia. Dikatakan demikian, karena Purwokerto benar-benar kota yang mewakili keanekaragaman Indonesia, dengan jumlah orang jawa yang dominan, banyak orang Sunda juga namun berlaga gak saling mengenal, dan hampir semua suku di Indonesia ada yang mewakilinya di kota pendidikan ini. Namun semuanya hidup berdampingan, saling menghargai, dan saling menghormati. Bahkan, saya pun bekerja di perusahaan milik warga keturunan chinese, dan sama sekali tidak pernah ada masalah yang disebabkan karena perbedaan itu. Malah atasan saya yang juga merupakan sodara kandung pemilik perusahaan tempat saya bekerja adalah partner sharing yang sangat menyenangkan. Begitu pula dalam hal keyakinan beragama. Hal yang tidak pernah saya temukan di kota kelahiran saya. Di Purwokerto saya bergaul dengan teman-teman yang berbeda-beda agama. Terlebih karena saya seorang praktisi musik (saya belum berani mengklaim diri saya sebagai musisi), membuat saya memiliki ruang lingkup pergaulan yang luas tanpa ada batasan suku, agama, ras, dan antar golongan. Saya sangat enjoy, dan benar-benar nyaman hidup berdampingan, bersahabat, bahkan menjadi satu kesatuan dengan semua teman-teman saya tanpa melihat latar belakang. Ya...inilah representasi dari Pancasila yang nyata kami amalkan.
Namun, semuanya berubah setelah Ahok (Gubernur DKI non-aktif) diduga menistakan agama. Saling sindir dan adu argumen (walaupun bersifat normatif) mulai terjadi, terlebih di social media. Orang-orang berubah menjadi sangat sensitif. Jujur saja, sebagai seorang muslim saya juga merasa kesal, sakit hati, dan marah terhadap ucapan Ahok tersebut. Pada awalnya, saya selalu menghindari perdebatan dengan sahabat yang pro terhadap Ahok. Karena saya menjaga keharmonisan persahabatan (saya tidak bicara Indonesa terlalu luas). Saya takut melukai hati orang-orang dekat yang pro Ahok (apapun alasannya).Namun semakin lama, para hati yang selalu saya jaga terus-terus "menyerang" umat islam (yang sebetulnya hanya menginginkan penegakan hukum secara adil), otomatis saya juga berang. Siapa orangnya yang tak tersinggung jika agama atau para pembela agamanya dicibir dan dicaci-maki? Karena itulah saya mulai ikut mengambil bagian dalam "perang dingin" ini, dan saya pun mulai meladeni perdebatan di media sosial, dan saya sangat siap menerima segala kemungkinan yang akan terjadi.
Benar saja, setelah itu saya merasa seperti ada jarak antara saya dengan beberapa teman. Sekalipun kita berusaha untuk menutupinya dengan joke ataupun gelak tawa sekalipun, jarak itu terasa semakin melebar.
Satu hal yang ingin saya katakan adalah, saya tidak pernah membenci kristen/katolik, saya juga tidak membenci seorang chinese. Saya membenci Ahok bukan karena dia Katolik, bukan karena dia Chinese. Namun karena dia telah menghina dan menistakan agama dengan mengatakan bahwa Al_Qur'an itu bohong dan/atau alat untuk membohongi orang.

Demi Allah, saya tidak rela jika ikatan persaudaraan saya dengan sahabat-sahabat saya jadi retak dan bahkan hancur hanya karena ulah seorang Ahok.
Purwokerto, 21 Des 2016

Rabu, 30 April 2014

Sepucuk Surat Untuk Emak


Assalamu'alaikum wr. wb.
Dengan hormat,
Semoga saat ini Emak senantiasa ada dalam keadaan sehat wal'afiat.
orang kecil kaya' kita mah gak boleh sakit atuh mak, bahkan untuk sekedar merasa lelahpun sangat "diharamkan" hehehe..
lah iya,,, karena pelayanan kesehatan di Negeri kita ini teramat-sangat mahal.
Adapun program pemerintah yang dinamai "Jamkesmas"itu hanyalah representasi dari diskriminasi-sosial terhadap hak warga negara untuk mendapatkanpelayanan kesehatan.
memang begitu adanya,Mak..
Emak masih ingat kan, ketika Emak sedang ngantri di UGD-RSUD..?
Bukankah saat itu Emak harus menunggu si Abah lebih lama di sana karena semua kamar perawatan kelas "melati" telah dipenuhi pasien_pasien lain yang penyakitnya belum diketahui karena belum diperiksa Dokter selama dua minggu mereka menginap di sana..?
Padahal mah waktu itu teh masih banyak kamar VIP yang kosong..? hehehe...
apalagi kalau Emak tahu cerita temen saya yang mahasiswa Farmasi, bahwa obat Generik itu KW_9.
Tapi gak tahu lah Mak, saya mah tidak tahu-menahu tentang klasifikasi obat-obatan dari KW_1 sampai 100 hehehe...
Yang saya tau mah, semua obat juga sama pahitnya, bahkan lebih pahit dari usus ikan tawes ygEmak sajikan tiap musim kemarau. "Piritan" begitulah makanan itu dinamai. Walaupun saya belum tahu pastitentang Halal-Haramnya makanan itu. Yang saya tau, Pak Haji juga memakannya hehehe...
Mungkin saja emak benar mengenai itu, orang seperti kita mah gak usah repot-repot mencari tau. Turuti saja apa kata orang pinter dan lakukan apa yg orang pinter lakukan. Apa yang Pak.Haji makan, itu yang boleh kita makan. Walaupun sering kaliketika kita menahan lapar, eh Pak.Haji makan sendirian hehehe...
Padahal kan beliau lah yang mengajarkan kita untuk berbagi dengan sesama. Beliau juga yg mengajarkan kita tentang teori perbandingan 1 (satu) berbanding 0,25/10 (nol koma dua puluh lima per sepuluh).
yah,,,itulah realita mak, kenapa orang-membenci kejujuran/ karena kejujuran itu sangat menyakitkan hehehe,,
Maka jangan salahkan saya jika saya sering berbohong. Karena Emak juga yang mengajarkan saya untuk berbohong. Emak sering kan menyuruh saya untuk menemui tukang kredit panci dan mengatakan bahwa Emak sedang pergi ke ondangan? Padahal Emak sedang asyik nonton infotainment tentang artis yg sedang terkena skandal perselingkuhan, dan artis lainnya yang mencalonkan diri sebagai calon Presiden hehehe,,,
O iya Mak, ngomong-ngomong soal calon Presiden, bagaimana kabar Abah di kampung? Apakah beliau masih suka ikut-ikutan jadi kader partai yang katanya paling pro-rakyat itu?
Saya mah heran dan gak habis pikir Mak, kok bisa ya orang-orang kampung seperti si Abah yang tiap hari memegang pacul direkrut oleh partai politik untuk jadi pengurus di tingkat ranting?
Lebih heran lagi, Haji Maman, Mang Emen dan Pak Momon juga ikut-ikutan.
Saya mah masih inget, tahun lalu pada saat sedang kampanyeuBupati, Haji Maman melakukan kampanyeu hitam di mesjid desa. Memang sih waktu itu beliau tidak secara langsung memerintahkan jama'ah untuk memilih Pak Ma'ruf menjadi bupati untuk yang ke-dua kalinya. Beliau mengatakan dalam tausiahnya;
"Pemimpin sekarang tidak akan lebih baik dari pemimpin terdahulu, dan pemimpin yang akan datang tidak akan lebih baik dari pemimpin yang sekarang"
Bukankah pernyataan itu secara tidak langsung menghimbau kitauntuk memilih Pak Ma'ruf dalam pemilihan Bupati? kan semua orang juga tau bahwa Pak Ma'ruf itu calon incombent. Mungkin definisi "amar ma'ruf" menurut perspektif Haji Maman mah "memerintahkan untuk memilih Pak Ma'ruf" hehehe..
Pak Momon juga mak, saya heran kok seorang kepala sekolah seperti beliau malah jadi kader partai oposisi. Apakah beliau tidak mengindahkan himbauan ketua umum Korpri yang jelas-jelas mengintruksikan untuk mendukung partai pemerintah yang telah menaikan gaji PNS yang katanya sampai 300%.
Tapi emang begitu sih Pak Momon mah, orangnya bukan tipe penjilat. Makanya beliau belum lulus sertifikasi_guru sampai sekarang. Itu juga bisa menjadi alasan lain selain gelar akademiknya yang hanya SPd.
Emak tau gak kepanjangan dari SPd.? 
Sarjana Pamere Dosen, mak hehehe...
Yang lebih membuat saya heran Mak, kenapa yah pak momon tel malah memilih jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia untuk program Pasca Sarjananya..? Coba deh Emak tanya, Sebenarnya Pak Momon teh ingin jadi Kepala Sekolah atau Sastrawan.? atau jangan-jangan malah ingin jadi juara baca puisi tingkat Kecamatan ya Mak..? hehehe..
Acuh,,,maaf ya Mak, kok saya jadi ngomongin orang, hampura Pak Momon lah hehe,, 

Mak,, bagaimana perkembangan bisnis Import yang Emak kelola? Apa ada kemajuan, atau malah gulung tikar seperti Partainya Pak.Yusril..?
Saya juga tau, Emak hanya punya warung nasi kecil-kecilan. Tapi kan hampir semua yang emak jual itu barang import. Berasnya dari Thailand, Dagingnya dari Australi. Memang sih, tahu dan tempe dibuat di dalam negri, tapi kan kedelainya yang diimport dari Amerika. Sigana teh hanya jengkol dan peuteuy yang asli Indonesiana mah nya mak hehe..
Apalagi jika kita bicara peralatan dapurnya mah. Sok aja lihat sama Emak, dari mulai piring, gelas, teko, oven, baki, sendok dan lain-lain semuanya ada tulisan "made in china" 
Emak tau gak artinya "made in china"?
Itu bahasa Inggris Mak, bahasa Internasional, yang artinya kurang_lebih: 
"Keturunan China di Indonesia tidak boleh ada yang berkarier di Militer" hehehe...
Memang sih Mak, jika kita melihat realita sekarang mah sangat-sangat kontradiktif dengan apa yang telah saya terima dari guru-guru SD saya dulu. Dulu guru saya selalu bilang bahwa negeri kita ini sangat kaya akan sumber daya alam. Apalagi jika berbicara tentang Pulau Madura. Kata ibu Guru, air laut di hampir di sepanjang garis pantain Pulau Madura memiliki kandungan garan yang tinggi. Yang bisa diolah menjadi Garam dapur dengan kualitas nomer satu. Tapi pada kenyataannya negara kita malah mengimport garam dari luar negeri. 
Apa mungkin banyak pengusaha garam di Madura yg bangkrut karena terlalu berbelit-belitnya birokrasi pencairan dana KUR (kredit usaha rakyat) ya Mak..?
Saya juga masih sakit hati dengan apa yang dikatakan oleh orang BRI itu Mak. Dulu waktu saya mengajukan pinjaman dana KUR itu, masa dia nanya sekarang usaha apa? itu kan pertanyaan bodoh dari orang dengan level rasionalitas paling rendah. Kok dia gak mikir ya, logikanya jika saja waktu itu saya punya usaha, gak mungkin lah saya mengajukan pinjaman dana KUR.
Tapi tidak apa-apa lah, mungkin orang itu tidak tau bahwa saya teh calon Presiden. Awas saja, jika kelak saya jadi Presiden, pegawai BRI cabang kecamatan kita akan saya mutasi ke Manokwari semuanya Mak hehehe..
Tapi ada lagi kejadian yang lebih menyakitkan dan memprihatinkan, Mak.
Emak inget gak waktu saya dan temen-temen di Karang Taruna mengajukan profosan untuk pendanaanprogram pelatihan Bahasa Inggris bagi remaja mesjid..? Iya Mak, waktu itu kan saya datang ke Pak Deden yang anggota DPRD Kabupaten dari partai yang katanya partai islam itu.  Masa dia bilang tidak ada anggaran dan aturannya? Lha,,,terus tugas dan wewenang dia sebagai "legislator" apa saja atuh...? 
Jika hanya menjalankan aturan dan regulasi yang sudah ada mah anak SD juga bisa. Apa bedanya dengan masak mie instant yang di kemasannya ada petunjuk penyajiannya.
Lieur lah si Deden mah hehehe..

Mak,, bagaimana si Neneng Sekolahnya sekarang?
Yang saya denger sih, sekolahnya yang dulu terakreditasi RSBI, sekarang jadi sekolah umum lagi ya Mak..?
Memang sih Mak, klasifikasi Sekolah yang disebut "akreditasi" itu sangat bertentangan dengan Undang Undang No.20 tahun 2003 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Betapa tidak Mak, coba saja Emak bayangkan, dalam kurun waktu 5-10 tahun terakhir ini orientasi Pendidikan Nasional kita bukan lagi "mencerdaskan kehidupan bangsa", melainkan membangun reputasi sekolah agar terakreditasi RSBI. Ya imbasnya terhadap kita sebagai masyarakat sangat terasa kan Mak..?
Dulu aja waktu si Neneng lulus ujian masuk ke sekolahnya yang sekarang ini, Emak sampai menggadaikan SPPT tanah pada Haji Aceng kan? Dan itu pun belum cukup untuk membayar biaya pendaftaran si Neneng. 
Ya mau cukup bagaimana, kan kursi di kelasnya juga buka lelang segala.
Itu kursi sekolah apa kursi Gubernur Banten ya Mak..? hehehe...
Ada lagi masalah lain yang muncul mak. Kesenjangan terjadi bukan hanya antara murid dengan murid, tetapi ini lebih memprihatinkan, yaitu antara guru-guru yang mengajar di Sekolah RSBI dengan guru-guru lain yang mengajar di sekolah umum. Bisa dibilang, rivalitas abadi itu bukan lagi antara Sosialis dengan Kapitalis, tetapi antara SMP.2 dengan SMP.3. Nah,,,itulah sebabnya mengapa Pendidikan Nasional kita yang memakan alokasi APBD 30% itu hanya mampu mencetak SDM kelas "Demonstran" hehehe...

Dear Emak,,,
Sekian saja surat dari saya, Insya Allah Lebaran tahun ini saya pulang kampung. Besok tanggal 9 Juni mah saya tidak pulang lah mak. Siapa pun yang jadi presiden nanti saya mah ngadukung saja lah. Saya mah orang bobo Mak, tau nama Joko Widodo dan Prabowo juga dari soal TTS. itu juga bisa saya tebak karena udah ada semua huruf konsonannya. Ya gampang lah, tinggal diisi aja pake huruf "O". 
Kan pemerintah kita mah masih didominasi oleh Suku "O" hehehe... 
Udah dulu yah, Mak...
Assalamualaikum wr. wb


Kota, 30 April 2014

Asep Bangbung